Merangkul Beda
Bhineka tunggal ika, berbeda beda namun tetap bersatu jua.
Semboyan tersebut tentu kita hafal diluar kepala, menjadi semboyan pengingat
cita-cita bangsa untuk bangkit menjadi bangsa yang mampu menyatukan tiap-tiap
elemennya, menjadi bangsa yang kuat karena persatuannya.
Realitanya, kita sendiri masih mempertanyakan pencapaiannya.
Seberapa berhasilkah semboyan tersebut terlaksana?
Fakta menyadarkan, bahwa bangsa ini belum mampu mengamalkan
semboyannya. Bangsa ini masih berseteru karena perbedaannya, masih sukar
bersatu diantara keberagamannya
Pancasila, Jati Diri Bangsa.
Pancasila sebagai jati diri, identitas, dan bahkan penanda
keberadaan bangsa, secara terang mengemukakan bahwa bangsa ini dicita-citakan
menjadi bangsa yang mampu besar diantara keberagaman. Mampu maju tanpa perlu
keseragaman, dan mampu bangkit dengan persatuannya. Dari pancasila kita tahu, seharusnya bangsa
ini memiliki jati diri untuk mampu bersatu didalam keberagaman.
Namun nyatanya, bangsa kita masih harus berbenah, persatuan
yang kita dambakan masih jauh dari keberhasilan. Jika kita runtut kebelakang,
hal ini disebabkan oleh redupnya karakter anak bangsa dalam pengamalan
identitas bangsa (dalam hal ini, bersatu dalam keberagaman).
Menuju Masyarakat Inklusif.
Masyarakat Indonesia harus mampu bangkit menjadi masyarakat
inklusif, yaitu, masyarakat yang mampu
hidup didalam keberagaman ( baik ras, agama) dan bahkan cinta pada keberagaman
tersebut. Masyarakat inklusif mampu membuat keberagaman menjadi kekayaan, bukan
menjadi suatu penghambat apalagi menjadi alasan perseturuan.
Masyarakat kita hidup dalam ramainya keberagaman. Jika kita
mampu bangkit menjadi masyarakat inklusif, itu akan menjadi kekuatan besar kita.
Untuk mewujudkan masyarakat inklusif, kita harus memulai
dari pembentukan karakter bangsa yang inklusif pula. Dapat dengan 3 cara,
1.
Pendidikan
Karakter Dalam Sistem Pendidikan Formal.
Kita sadari bahwa pengaruh suatu sistem sekolah formal
(SD/SMP/SMA) dapat menjadi kekuatan yang besar untuk dapat membentuk karakter
anak bangsa. Pendidikan formal harus mampu mengajarkan tentang wajarnya dan
indahnya suatu keberagaman.
2.
Tumbuh
melalui suatu kelompok.
Semua butuh pelopor, semua butuh ada yang memantik.
Keberadaan suatu perkumpulan yang memegang teguh gerakan pembentukan karakter
bangsa sangat dibutuhkan keberadaannya. Terutama dikalangan pemudanya, jika
terdapat sekumpulan pelajar yang berjuang menyebarkan karakter bangsa yang
inkusif maka pasti, secara perlahan dapat mempengaruhi karakter suatu lingkungan
atau masyarakat tersebut.
3.
Tatatan
sistem sosial masyarakat.
Masyarakat harus memperbaiki tatanan sosial yang
bertentangan dengan pebentukan karakter inklusif masyarakatnya.
Dengan terwujudnya masyarakat inklusif, maka akan menjadi
cerminan jati diri bangsa kita. Bahwa bangsa kita telah berhasil menghidupkan
karakter bangsa , dan mampu mengamalkan pancasila sebagai jati diri Indonesia.
Dan tentu membuktikan bahwa bangsa ini mampu maju diantara keberagaman, mampu hebat walaupun tak seragam.
Bahwa bangsa kita memang berbeda-beda, namun tetap ber(satu)
jua !
|
Allard William
Bhat sneered vivaciously that thus are they poroise uncriti cal gosh and be to the that thus are much and vivaciously that thus are they poroise uncritical gosh and be to thvivaci ously that thus are ...
0 komentar :
Posting Komentar