Yang menyadari dan menemukan

-Officially an AFS-er-

'Kamu baru benar-benar berangkat, saat kamu udah duduk dipesawat'

Selogan itu sangat familiar bagi para AFSer, bagi saya sendiri, kalimat itu selalu berhasil menjadi pengkontrol ekspektasi saya. Bukan berarti jadi pesimis, tetap optimis, tapi realistis. Sadar akan menemui kemungkinan-kemungkinan tak terduga didepan sana, simplenya, jadi sadar diri. Karena ketidakpastian adalah satu hal yang pasti disini.
Misal, saat saya sudah lolos seluruh tahap dan sudah mendapatkan penempatan negara, kepastian berangkat sudah sekitar 70%. Tapi saya selalu ingat bahwa 30% sisanya bisa saja merubah semuanya. Dengan kalimat itu saya tidak mudah bertenang diri, lah wong saya belum dipesawat kok udah tenang, bisa jadi berangkat, bisa jadi tidak.
Setiap ditanya siapa saja, 'kapan berangkat ke china?' saya selalu sungkan menjawab, karena bagi saya, sebelum saya duduk dipesawat, semuanya penuh ketidakpastian.

Makanya, saat menginjakkan kaki di Singapore Airlines hari itu, 18 Agustus 2016 bandara Soetta terminal 2D. Saya masih tidak juga yakin ini nyata. Duduk di pesawat saya linglung, sepanjang flight saya diam, transit di singapore saya merenung. Karena akhirnya, setelah perjuangan sekian lama, setelah peluh-tangis dan segala usaha yang saya kerahkan. Akhirnya hari ini, saya bisa berbisik pada diri saya sendiri.
I'm officially an AFS er.

Anehnya, saya tidak sesenang yang saya kira. Saya senang, saya sangat senang, namun saat itu lebih dominan khawatir. Karena saya semakin faham dan sadar. Perjalanan ini tidak akan mudah, setelah turun dari pesawat nanti saya tidak hanya menjadi 'oase anak abi' saja, tapi 'oase anak abi yang pelajar exchange dari indonesia dan muslimah'. Cukup jelas memaparkab saya akan turun membawa tanggung jawab besar, bukanhanya atas nama pribadi ataupun keluarga lagi, tapi atas nama negara, agama dan kemanusiaan.

I'm officially an AFS-er, and i realized it would'nt be easy. Hingga langkah kaki saya pertama kali menginjakkan kaki di China, saya tau ini tidak akan mudah, tapi apa lagi yang bisa saya lakukan? Saya hanya harus menghadapinya. Maka, saya berjanji akan berjuang sekuat tenaga, membuat satu tahun ini menjadi meaningful dan tentu saja wonderful.

In the name of Allah,
Bismillah.

Harbin.

Hari ke-13 diumur 17.

Ini adalah dua minggu terpanjang sekaligus tercepat dalam 17 tahun hidupku. Dua minggu terbaper, dua minggu terbahagia.

Dimulai dari tanggal 1, tepat saat aku resmi berumur 17. Aku dihujani begitu banyak doa dari orang-orang disekililing, dirayakan bersama teman-teman terdekat diasrama lepas sholat subuh dengan muka bantal mereka, dilengkapi 'girl's talk' plus main kembang api beberapa malam sebelumnya, dilengkapi begitu banyak kado perpisahan maupun ulangtahun yang totally make me speechless. You know, i feel very blessed.

Untuk halimah, aku udah baca blogmu. Aku nangis, puas? Parah , aku baca waktu salah satu sesi yang bolehin aku buka hape. Disaat semua orang party, aku nangis gara-gara postinganmu. Parah, i hate you. Aku terharu, makasih banyak. Ucapan terbaper diperoleh oleh halimah, seriously. Terbaper dan terbikin nangis i mean.

Buat anak-anak AHA (kalo aku sebutin satu-satu sumpah banyak banget, jadi atas nama AHA aja ya). Makasih banyak, untuk doanya, untuk ridhonya, untuk supportnya. You know lah, how much i really love u guys. Oh ya kadonya juga, makasih banget. Aku sukaaa banget

Buat syifa, aku suka banget kadonya. Suka pake banget. Parah, niat banget cari foto aibku. Lol, notes nya udah aku masukin koper, siap buat jurnalku setahun kedepan. Thanks for all support,  laughs, hopes,  gifts, and all times.

Buat uyun, capit. Kalian tau banget aku suka postcard. Dan itu postcard terbaper yang pernah aku dapet. Thanks guys!

Buat baituva, i love u soo much. Suratnya aku simpen di notes ku, siap aku baca pas kangen kamu. Semangat ya bai

Dan buat temen-temen yang lain yang aku ngga mungkin sebutin satu-satu, thankyou very much. Makasih banyak doanya, makasih banyak dukungannya. I'll do my best, Sending a million prayers for you guys. Good luck


Pembicaraan malam itu bermula dari tragedi adik kami, si bungsu keluarga kami. Yang baru tahun pertama jauh dari orang tua sakit di tanah rantauan. Adik kami sakit demam tinggi, hal biasa memang. Tapi tidak menjadi biasa mengingat si bungsu yang jarang sekali sakit, dan tentu saja mengingat ini pertama kali dia sakit tanpa ada umi kami yang merawat.

Saya khawatir, dan saya sadar saya overreacting. Saya dengan kakak sepupu menjenguknya, disambut dengan raut yang semakin membuat saya tak tahan untuk tidak memintanya mengemasi barang dan membawanya kerumah saudara kami saja. Pikir saya saat itu, saya tidak yakin dia bisa mengatasi sakitnya sendiri di asrama. Dan kekhawatiran tidak berdasar saya malam itu memicu pembicaraan panjang saya dengan kakak laki-laki saya. Pembicaraan yang membangunkan diri saya, bahwa sepertinya saya salah langkah.

Malam itu selepas adik kami telah nyaman berbaring dirumah saudara kami, kakak laki-laki saya baru saja bisa datang menemui kami. Setelah berbincang dengan adik kami, ia menarik saya keluar mengajak saya berbincang. Hal yang normal, memang begitu rutinitas kami.

"Dek, inget cerita kupu-kupu lumpuh ngga? Itu loh yang kupu-kupu waktu masih jadi kepompong, waktu lagi proses mau jadi kupu-kupu eh dia dibantu manusia yang kasian sama dia karena lihat dia kesulitan mengeluarkan dirinya dari kepompong. Terus ternyata setelah itu, dia justru jadi kupu-kupu yang lumpuh. Justru ternyata setelah dibantu manusia tadi, dia lumpuh. Inget ngga?".
Pancing kakak saya kala itu, " inget lah mas, itu kan dulu sering banget di buku-buku pelajaran".

Kakak saya lalu tersenyum, "tau ngga kenapa dia jadi lumpuh?". Saya mengangguk, " Tau, gegara dia dibantu manusia itu proses dia bermetamorfosis jadi kupu-kupu ngga sempurna. Malah justru merusak prosesnya. Walaupun kelihatan jadi cepet keluar dari kepompong sih, tapi kupu-kupu nya jadi belum siap. Lumpuh deh mas". "Nah itu dia se, sama kayak manusia. Bahwa ada saatnya setiap manusia butuh dipercaya dan didukung bukan diikut campuri, karena pada fase itu tiap-tiap manusia harus mampu melunasi proses pematangan dirinya sendiri. Sendiri. Tanpa ada campur tangan orang lain, tanpa perlu orang lain selesaikan. Hanya dia sendiri yang mampu dan harus meloloskan dirinya. Seriap jiwa harus belajar untuk sendiri, dalam artian mandiri, tidak berdiri karena topangan orang lain. Dia mandiri bukan karena tiada yang peduli, dia mandiri karena orang yang menyayanginya tak akan membuatnya justru tak mampu berdiri sendiri. Faham dek? Jadi, gimana kalau kita biarkan adek melalui fase itu? Adekmu itu bisa mandiri, kalau cuma sakit kayak gini aja kita panik dan overreacting. Gimana kalau dia punya masalah-masalah lebih besar nantinya? Dia justru jadi lemah, kita justru membuat dia jadi lemah. Jadi ayo percaya sama adek, kita jangan biarkan dia kayak kupu-kupu lumpuh tadi, ya."

Saya tercenung, "maaf mas" hanya itu yang keluar dari mulut saya kala itu. Bagi saya itu fatal, saya justru tidak membiarkan adik saya melewati fase nya. Saya justru menghambat proses pematangan dirinya." ngga apa, mas ingetin sekarang biar ngga kelewatan aja. Ini masih kejadian ringan, coba ini kebawa kalau adekmu kenapa-napa dia ketergantungan sama kita buat nyelesaiinya. Lah, kapan adek dewasa dong", ujar kakak saya menutup pembicaraan kami malam itu.

Bagi saya, itu menjadi pembelajaran besar. Seringkali kita mencampuri urusan orang yang kita kasihi, atas dalih peduli tapi justru kita menghambatnya untuk mandiri. Membuatnya 'lumpuh' dan terus bergantung kepada orang lain, apa itu yang dinamakan peduli?

Mari percaya, kita biarkan proses mendewasakan diri dihadapinya. Karena hakikatnya, hanya ia sendiri yang mampu melunasi proses pematangan dirinya.

In frame : Adik kami, Taken by : Kakak laki-laki saya. 
Kakak saya pernah bilang, manusia itu ibarat pisau, dia bisa jadi tumpul. Dan Pisau butuh diasah, manusia pun sama. So, you need to take a time to fix your self. Kamu butuh waktu mengasah dirimu sendiri, luangkanlah waktu dan perjelas siapa kamu. Apa maumu, apa rencanamu, apa tujuanmu, dengan begitu kamu menghilangkan ketumpulan dan memperjelas langkahmu. 

Dan saya berusaha melakukan hal itu, disaat saya merasa dititik 'ketumpulan', saya memberi waktu untuk diri saya sendiri. Ambil kertas dan pena lalu saya perjelas semua, tentang target-target saya, tentang mimpi-mimpi saya. Dengan begitu mampu me-refresh apa yang akan saya lakukan. Itu terbukti ampuh, walaupun saya kadang masih mengkhianati rencana saya sendiri, namun setidaknya itu mampu menjadi pengaman saya. Pengingat saya bahwa saya punya tujuan, pengingat saya akan mimpi-mimpi yang saya semogakan.

Kita butuh waktu untuk membuat rencana-rencana kita, setelah saya alami sendiri itu efektiv untuk menata hidup saya. Tentu sesuatu akan jauh lebih baik setelah direncanakan, bukan?
Buat jangka rencana long term, middle term, dan short term. Itu akan membantu kita mencapai tujuan kita.


Manusia bukan sekedar daging yang hanya bernyawa dan bernama saja. Yang hanya asal hidup, dan tak tau apa yang dia tuju. Agar hidup ini tidak sia-sia, kita harus tau tujuan kita.
Dan karena manusia hanya hidup sekali, maka rencanakanlah hidupmu.
So, live your life !

Oleh : M Retas Aqabah Amjad

10 Tahun Gempa Yogya

27 Mei 2006. Pagi itu seusai sholat subuh, saya kembali rebahan di atas kasur. Tiba-tiba getaran yg cukup keras terasa. Lampu kamar saya bergoyang dan jendela bergetar. Sontak Ummi meminta kami keluar sambil berseru bahwa telah terjadi gempa. Dengan tergopoh kami keluar sambil memikirkan apa yang sedang terjadi. Beberapa hari sebelumnya, Merapi dikabarkan akan meletus. Kami pikir, gempa yg terjadi adalah gempa vulkanik dari Merapi.

Beberapa menit seusai gempa, kami sekeluarga dan sepupu-sepupu pergi ke lereng Sumbing untuk piknik kecil-kecilan sesuai rencana yg telah diagendakan. Belum lama kami menikmati alam dan mencoba melihat merapi dari kejauhan, Abi mendapat telpon entah dari siapa. Sy masih ingat beliyo cukup serius saat berbicara di dalam telepon. Usai menutup telpon, Abi mengumpulkan kami dan berkata bahwa kami harus segera pulang, karena Abi akan bergegas menuju Jogja. Ternyata Merapi tidak meletus, tapi ada bencana cukup dahsyat yang terjadi di Yogya.

Peristiwa 10 tahun yang lalu itu cukup besar pengaruhnya terhadap keluarga kami. Pagi itu abi berangkat ke Yogyakarta, meninggalkan Umi, sy yang masih kelas 5 SD, adik saya Oase kelas 1 SD dan Af yang masih 3 setengah tahun. Sedang mbakyu lagi di Jogja dalam rangka studi. Abi tinggal cukup lama di Jogja, beberapa bulan beliyo membantu pemulihan. Di saat itulah Toko Merah Putih yang menjadi sumber rejeki keluarga harus dipegang sepenuhnya oleh Ummi.

Ummi mau tidak mau harus bisa mengelola Toko MP seorang diri. Saya masih ingat bulan-bulan itu sedang banyak kejar setor dan target penjualan. Tapi abi meyakinkan ummi bahwa akan selalu ada jalan dan Allah akan mudahkan. Kami, anak-anak diajarkan untuk berbagi peran dan jangan pernah berhenti berharap. Allah akan membantu hamba-hambaNya.

Setahun setelahnya, Abi diminta ke Jakarta. Kami cukup berat melepas beliyo, tapi kami tahu, umat membutuhkan dan panggilan dakwah tidak boleh dikesampingkan, ini kata Abi di meja makan kala itu. Saya masih ingat betul. Walhamdulillah, peristiwa pasca gempa dimana umi belajar mengelola toko sendiri menjadi pembelajaran dan persiapan yang sangat berarti. Abi berangkat ke Jakarta, dan umi telah siap mengelola toko dan juga mengurus kami yang masih kecil-kecil. Di tahun abi ke Jakarta, saya ke Salatiga untuk mondok. Praktis umi seorang diri mengurus oase dan af. Sungguh luar biasa di tengah kesibukan berdagang, mengelola persyarikatan, ngisi-ngisi pengajian dan sederet kesibukan lain.

Peristiwa gempa ini juga mengajarkan kami, anak-anak abi umi tentang banyak hal. Saat Gempa terjadi di Aceh, abi juga berangkat dan selama beberapa minggu tinggal di sana. Ketika pulang, beliyo menceritakan tentang banyak hal yang membuat kami sadar bahwa kami harus terlibat dalam usaha menggembirakan dan menyejahterakan umat. Dan perstiwa di Jogja yang notabene lebih dekat semakin mematri nilai kontribusi untuk umat itu.

Bagi kami, kehilangan sosok Ayah dalam keseharian tentu berat. Namun kami semua paham, bahwa Abi sedang berjuang dan berbakti untuk masyarakat. Nilai itu yang menjadi pelajaran sangat berharga bagi kami, putra-putri yang disiapkan utk mewakafkan diri bagi umat.

3 bulan usai gempa, kami sekeluarga diajak abi untuk berkeliling Yogya. Melihat pos pos pengungsian, bersilaturahim dengan tempat tempat bersejarah abi-umi seperti ponpes ibnul qayyim piyungan yang terdampak cukup parah dan beberapa tempat lain. Sepanjang perjalanan abi bercerita tentang kisah kisah selama proses pemulihan. Hikayat-hikayat itu yang membuat kami belajar tentang pengorbanan, ketulusan, keikhlasan dan pengabdian sebagai manifesto amal kita di dunia.

Salah satu kisah dan hikmat yang paling kami sukai adalah kisah tentang Gusti Allah Mboten Sare yang pernah Abi sampaikan.

Ini tulisan beliyo, 2015 lalu untuk Majalah Tamaddun.
10 tahun Gempa Yogya semoga menjadi refleksi kita bahwa selalu ada hikmah dibalik setiap cobaan.

--------------------------------------------------

Gusti Allah Mboten Sare
-Saat Suharto Amjad-

Hari itu saya sedang di Wonosobo, dan ketika gempa terjadi pikiran langsung melayang pada Merapi yang tengah batuk-batuk. Tak ada fikiran bahwa ada sesuatu yang besar yang tengah terjadi. Hingga jam 6 pagi dering HP terdengar dan masuklah SMS dari Pak Rahmad Riyadi, pimpinan dari Dompet Dhuafa suatu lembaga pengelola zakat dan bantuan kemanusiaan yang besar dan terkenal di Jakarta. Isi SMS-nya sangat jelas

"Mas Saat, saya mendengar gempa di Yogya menelan korban yang sangat besar dan kerusakan yang sangat parah. Saya meminta Mas Saat untuk menjadi Team Leader untuk memimpin bantuan dan pembuatan posko sampai team lebih besar dari Jakarta yang akan datang".

Meski belum pernah sekalipun dilatih dalam tugas relief semacam itu, apalagi memimpin, akan tetapi dengan mengucap bismillah, disertai Pak Budi Santoso, Manajer TAMZIS, yang asli bantul, saya pamit kepada istri untuk berangkat ke Yogya. Sesampai di Yogya, di tengah situasi yang kalang-kabut, sirine yang tidak berhenti, porak-poranda, keruntuhan di mana-mana, dan apalagi malam harinya gelap karena tidak ada listrik dan hujan yang turun. Ditambahi lagi desas-desus tentang kemungkinan adanya penjarahan, ujung malam itu berakhir di emperan kantor BMT Beringharjo memastikan ketersediaan barang dan kebutuhan serta membuat rencana kerja untuk 5 posko yang hari itu dapat didirikan.

Ditingkahi hujan dan bayangan warga yang tak dapat merebahkan badan, saya diminta untuk membuat tulisan untuk spanduk yang akan dipasang di sudut-sudut kotaYogya dan dimaksudkan agar dapat menggugah dan memberi semangat. Pesan dalam spanduk itu haruslah sesuai dengan alam pikiran orang Jawa dan pada saat yang sama dapat pula menggugah keimanan, bahwa bencana ini adalah suatu sarana Allah untuk menguji kita dan menjadikan hamba-Nya menjadi makin kuat. Oleh karena itu, muncullah dalam spanduk-spanduk tersebut, suatu kalimat yang sangat akrab dalam telinga-jiwa orang Jawa yang menggambarkan bahwa Allah itu Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. "Gusti Allah Mboten Sare".

Selama tiga bulan kemudian bersama team TAMADDUN dan teman-teman Baitul Maal BMT-BMT anggota Perhimpunan BMT Indonesia, kami membersamai mereka untuk membangkitkan tenaga iman dalam diri sendiri dan membangun sinergi dengan beberapa rombongan, berbasis kerelawan dan semangat menolong diri sendiri dan masyarakat sekitar. Ternyata, Yogya pulih dengan sangat cepat, dan kini justru lebih tertata, lebih memiliki infrastruktur yang mendukung untuk berkembang kedepan, pokoknya Yogya menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Beberapa waktu kemudian erupsi Merapi terjadi, teman-teman Baitul Maal BMT-BMT anggota Perhimpunan BMT dan juga team TAMADDUN kita sudah jauh lebih berpengalaman. Secara sigap mereka menata posko bantuan, mendistribusikan bantuan yang mengalir dari seluruh BMT-BMT di Jawa Tengah bahkan Jawa Barat-pun turut pula mengantarkan bantuannya. Dalam masa tanggap darurat, BMT meletakkan Poskonya di tiga tempat yaitu di Muntilan, Cepogo dan Kaliurang. Team Ta’awun dari TAMZIS pun cukup sigap, sehingga kurang dari satu bulan dari erupsi, pembiayaan yang terdampak oleh erupsi sehingga mengalami kerugian sehingga kerjasama dengan TAMZIS terkena dampaknya. Maka dengan program Ta’awun tadi pembiayaan yang terdampak erupsi tersebut dinyatakan diputihkan atau lunas, dan dikucurkan pembiayaan baru kepada para pedagang.

Bukan hanya saat tanggap darurat, akan tetapi program rekonstruksi pasca erupsi pun dilakukan di daerah Dukun Muntilan oleh BMT Bima dan di daerah Selo oleh BMT Tumang. Akhir Januari 2014 lalu, saya berkunjung kepada ibu-ibu ketua Kelompok Usaha Masyarakat (POKUSMA), yaitu suatu kelompok usaha yang terdiri dari ibu-ibu yang penuh semangat dan memiliki kepercayaan diri yang tinggi serta harapan masa depan yang besar. Saya membersamai Bapak Zainul Abidin Rasyeed (Mantan Menteri Luar Negeri Singapura) ke desa Jrakah Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, berdialog dengan ibu-ibu dalam kelompok POKUSMA yang merupakan binaan BMT Tumang pasca erupsi Merapi.

Dusun tersebut satu bulan lamanya tidak boleh dimasuki dan mereka berada di pengungsian dua bulan lamanya. Akan tetapi hari ini nyaris tak ada bekas erupsi, kecuali di puncak Merapi yang masih menyimpan jutaan kubik material pasir. Justru yang terlihat masyarakat  yang lebih makmur, ternak-ternak yang sehat, pohon yang lebih menghijau dan buah yang dipanen lebih banyak dari sebelumnya “Abu Merapi telah menjadi pupuk dari tanah-tanah kami” ucap mereka.
Sebuah bencana tentulah menorehkan luka, ada kepedihan, bahkan mungkin mengorbankan nyawa. Akan tetapi ketika kita memilih untuk menerima bencana tersebut sebagai bagian dari kasih sayang  Allah yang diberikan kepada hamba-Nya untuk lebih memperkuat mereka, maka bencana yang diawalnya terasa begitu pahit, akan tetapi pada akhirnya justru terasa menjadi sebuah berkah.

Begitulah, jika menengok kebelakang, maka beberapa pengalaman pahit  yang pernah kita rasakan pun, ketika disikapi dengan rasa syukur dan mengambil sisi positifnya, ternyata pengalaman pahit itu merupakan suatu pintu bagi kemudahan-kemudahan, sebagaimana Allah firmankan. Inna ma’al ‘usri yusro fainnama’al ‘usri yusro.

Pembaca Tamaddun yang budiman, semenjak akhir tahun hingga awal tahun ini, bertubi-tubi bencana melanda negeri kita, dan baitul maal kita juga telah melakukan bantuannya, dapatlah dicatat mulai tanah longsor di Wadaslintang, banjir di Purworejo, banjir di Pekalongan, Kudus, Pati dan Jepara, dll. Secara nasionalpun sahabat-sahabat yang tergabung di Baitul Maal Perhimpunan BMT bergerak memberikan pelayanannya. Tentulah saya tidak tahu apakah hikmah dari bencana yang sedang melanda negeri ini. Akan tetapi saya yakin bahwa Allah memberikan yang terbaik bagi kita, dan pada akhirnya bagi hamba-hamba-Nya yang khusnudzan terhadap maksud Allah menghadirkan bencana ini pasti akan menemukan hikmah dan mengakhiri dengan senyuman yang mengembang. Ya Rabb tidak ada yang Engkau ciptakan, termasuk semua cobaan dan bencana ini dengan sia-sia. “Gusti Allah Mboten Sare” hal ini termasuk jika kita membacanya bahwa Allah-pun akan melihat kepada hamba-Nya yang mau peduli dan membantu sesama. Marilah kita peduli dan membantu mereka. []

Setiap kita memiliki pendapat kita sendiri untuk mendefinisikan kegagalan.
Ada yang menafsirkan kegagalan dengan ketidaksesuaian antara usaha yang ditoreh dan hasil yang diperoleh.
Kegagalan diidentikan dengan kekecewaan atas apa yang didapat.
Ada juga yang mengidentikkan kegagalan sebagai teguran, cobaan, atau bahkan tamparan.
Seseorang pernah menasehati saya tentang definisi saya soal kegagalan, awalnya sama saja dengan orang pada umumnya. Saya mengartikan kegagalan sebagai sandungan, cobaan, semua penuh kemarahan dan kekecewaan.
"Kamu sudah usaha semaksimal yang kamu mampu? Belum ? Bahkan sebelum tau hasilnya, kamu telah gagal dalam prosesnya" Saya tercenung, saya seringkali melupakan hal itu; Proses. Kita sering terjebak, kita menuntut hasil tapi kita melupakan proses. Justru inti dari pendewasaan adalah prosesnya.
"Jangan begitu lah, ketika semua yang kamu dapat tidak sesuai bukan berarti kamu gagal. Bisa jadi memang itu yang terbaik untukmu, bisa jadi Allah punya rencana yang lebih indah untuk mu. Tugas kita itu sebatas berusaha, hingga usaha berakhir masanya. Kita gagal saat kita berhenti berusaha, bukan ketika kita tidak mendapat apa yang kita damba". Saya tertegun, saya melalaikan itu. Definisi saya soal kegagalan sepertinya justru menghancurkan mental saya secara sendirinya. Menyalahkan keadaan sama sekali bukan jalan keluarnya, saatnya melihat apa yang bisa kita lakukan untuk memperbaiki diri kita. Bukan hanya menyalahkan lingkungan kita.
Semenjak itu, saya tidak menganggap hasil yang tidak saya sukai adalah kegagalan.
Saat ini, bagi saya, kegagalan adalah saat saya berhenti percaya, bahwa setelah usaha dan doa pasti ada rencana yang sesuai untuk saya.
Kegagalan adalah saat kita berhenti percaya, bahwa usaha dan doa tidak akan mengkhianati kita.

Setiap perjalanan akan mendewasakanmu dengan caranya.
Setiap perjalanan akan mempersilahkanmu memungut apa yang bisa kamu bawa.
Setiap perjalanan memberikanmu kesempatan untuk menjauhkanmu dari rutinitas, memberimu waktu untuk mengamati dirimu sendiri. Apa maumu, sejauh apa pencapaianmu. Bagi saya, perjalanan mampu mengasah jiwa kita, dari karatnya rutinitas, dari ketumpulan inspirasi.
Perjalanan akan menjadi penetralisir jenuh yang bersarang.
Perjalanan mampu memberi asupan energi untuk hatimu, jiwamu, bahkan indra dan otakmu. 
Perjalanan akan membantumu menyadari banyak hal yang sering kali tidak disadari.