Oleh : M Retas Aqabah Amjad
10 Tahun Gempa Yogya
27 Mei 2006. Pagi itu seusai sholat subuh, saya kembali rebahan di atas kasur. Tiba-tiba getaran yg cukup keras terasa. Lampu kamar saya bergoyang dan jendela bergetar. Sontak Ummi meminta kami keluar sambil berseru bahwa telah terjadi gempa. Dengan tergopoh kami keluar sambil memikirkan apa yang sedang terjadi. Beberapa hari sebelumnya, Merapi dikabarkan akan meletus. Kami pikir, gempa yg terjadi adalah gempa vulkanik dari Merapi.
Beberapa menit seusai gempa, kami sekeluarga dan sepupu-sepupu pergi ke lereng Sumbing untuk piknik kecil-kecilan sesuai rencana yg telah diagendakan. Belum lama kami menikmati alam dan mencoba melihat merapi dari kejauhan, Abi mendapat telpon entah dari siapa. Sy masih ingat beliyo cukup serius saat berbicara di dalam telepon. Usai menutup telpon, Abi mengumpulkan kami dan berkata bahwa kami harus segera pulang, karena Abi akan bergegas menuju Jogja. Ternyata Merapi tidak meletus, tapi ada bencana cukup dahsyat yang terjadi di Yogya.
Peristiwa 10 tahun yang lalu itu cukup besar pengaruhnya terhadap keluarga kami. Pagi itu abi berangkat ke Yogyakarta, meninggalkan Umi, sy yang masih kelas 5 SD, adik saya Oase kelas 1 SD dan Af yang masih 3 setengah tahun. Sedang mbakyu lagi di Jogja dalam rangka studi. Abi tinggal cukup lama di Jogja, beberapa bulan beliyo membantu pemulihan. Di saat itulah Toko Merah Putih yang menjadi sumber rejeki keluarga harus dipegang sepenuhnya oleh Ummi.
Ummi mau tidak mau harus bisa mengelola Toko MP seorang diri. Saya masih ingat bulan-bulan itu sedang banyak kejar setor dan target penjualan. Tapi abi meyakinkan ummi bahwa akan selalu ada jalan dan Allah akan mudahkan. Kami, anak-anak diajarkan untuk berbagi peran dan jangan pernah berhenti berharap. Allah akan membantu hamba-hambaNya.
Setahun setelahnya, Abi diminta ke Jakarta. Kami cukup berat melepas beliyo, tapi kami tahu, umat membutuhkan dan panggilan dakwah tidak boleh dikesampingkan, ini kata Abi di meja makan kala itu. Saya masih ingat betul. Walhamdulillah, peristiwa pasca gempa dimana umi belajar mengelola toko sendiri menjadi pembelajaran dan persiapan yang sangat berarti. Abi berangkat ke Jakarta, dan umi telah siap mengelola toko dan juga mengurus kami yang masih kecil-kecil. Di tahun abi ke Jakarta, saya ke Salatiga untuk mondok. Praktis umi seorang diri mengurus oase dan af. Sungguh luar biasa di tengah kesibukan berdagang, mengelola persyarikatan, ngisi-ngisi pengajian dan sederet kesibukan lain.
Peristiwa gempa ini juga mengajarkan kami, anak-anak abi umi tentang banyak hal. Saat Gempa terjadi di Aceh, abi juga berangkat dan selama beberapa minggu tinggal di sana. Ketika pulang, beliyo menceritakan tentang banyak hal yang membuat kami sadar bahwa kami harus terlibat dalam usaha menggembirakan dan menyejahterakan umat. Dan perstiwa di Jogja yang notabene lebih dekat semakin mematri nilai kontribusi untuk umat itu.
Bagi kami, kehilangan sosok Ayah dalam keseharian tentu berat. Namun kami semua paham, bahwa Abi sedang berjuang dan berbakti untuk masyarakat. Nilai itu yang menjadi pelajaran sangat berharga bagi kami, putra-putri yang disiapkan utk mewakafkan diri bagi umat.
3 bulan usai gempa, kami sekeluarga diajak abi untuk berkeliling Yogya. Melihat pos pos pengungsian, bersilaturahim dengan tempat tempat bersejarah abi-umi seperti ponpes ibnul qayyim piyungan yang terdampak cukup parah dan beberapa tempat lain. Sepanjang perjalanan abi bercerita tentang kisah kisah selama proses pemulihan. Hikayat-hikayat itu yang membuat kami belajar tentang pengorbanan, ketulusan, keikhlasan dan pengabdian sebagai manifesto amal kita di dunia.
Salah satu kisah dan hikmat yang paling kami sukai adalah kisah tentang Gusti Allah Mboten Sare yang pernah Abi sampaikan.
Ini tulisan beliyo, 2015 lalu untuk Majalah Tamaddun.
10 tahun Gempa Yogya semoga menjadi refleksi kita bahwa selalu ada hikmah dibalik setiap cobaan.
--------------------------------------------------
Gusti Allah Mboten Sare
-Saat Suharto Amjad-
Hari itu saya sedang di Wonosobo, dan ketika gempa terjadi pikiran langsung melayang pada Merapi yang tengah batuk-batuk. Tak ada fikiran bahwa ada sesuatu yang besar yang tengah terjadi. Hingga jam 6 pagi dering HP terdengar dan masuklah SMS dari Pak Rahmad Riyadi, pimpinan dari Dompet Dhuafa suatu lembaga pengelola zakat dan bantuan kemanusiaan yang besar dan terkenal di Jakarta. Isi SMS-nya sangat jelas
"Mas Saat, saya mendengar gempa di Yogya menelan korban yang sangat besar dan kerusakan yang sangat parah. Saya meminta Mas Saat untuk menjadi Team Leader untuk memimpin bantuan dan pembuatan posko sampai team lebih besar dari Jakarta yang akan datang".
Meski belum pernah sekalipun dilatih dalam tugas relief semacam itu, apalagi memimpin, akan tetapi dengan mengucap bismillah, disertai Pak Budi Santoso, Manajer TAMZIS, yang asli bantul, saya pamit kepada istri untuk berangkat ke Yogya. Sesampai di Yogya, di tengah situasi yang kalang-kabut, sirine yang tidak berhenti, porak-poranda, keruntuhan di mana-mana, dan apalagi malam harinya gelap karena tidak ada listrik dan hujan yang turun. Ditambahi lagi desas-desus tentang kemungkinan adanya penjarahan, ujung malam itu berakhir di emperan kantor BMT Beringharjo memastikan ketersediaan barang dan kebutuhan serta membuat rencana kerja untuk 5 posko yang hari itu dapat didirikan.
Ditingkahi hujan dan bayangan warga yang tak dapat merebahkan badan, saya diminta untuk membuat tulisan untuk spanduk yang akan dipasang di sudut-sudut kotaYogya dan dimaksudkan agar dapat menggugah dan memberi semangat. Pesan dalam spanduk itu haruslah sesuai dengan alam pikiran orang Jawa dan pada saat yang sama dapat pula menggugah keimanan, bahwa bencana ini adalah suatu sarana Allah untuk menguji kita dan menjadikan hamba-Nya menjadi makin kuat. Oleh karena itu, muncullah dalam spanduk-spanduk tersebut, suatu kalimat yang sangat akrab dalam telinga-jiwa orang Jawa yang menggambarkan bahwa Allah itu Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. "Gusti Allah Mboten Sare".
Selama tiga bulan kemudian bersama team TAMADDUN dan teman-teman Baitul Maal BMT-BMT anggota Perhimpunan BMT Indonesia, kami membersamai mereka untuk membangkitkan tenaga iman dalam diri sendiri dan membangun sinergi dengan beberapa rombongan, berbasis kerelawan dan semangat menolong diri sendiri dan masyarakat sekitar. Ternyata, Yogya pulih dengan sangat cepat, dan kini justru lebih tertata, lebih memiliki infrastruktur yang mendukung untuk berkembang kedepan, pokoknya Yogya menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Beberapa waktu kemudian erupsi Merapi terjadi, teman-teman Baitul Maal BMT-BMT anggota Perhimpunan BMT dan juga team TAMADDUN kita sudah jauh lebih berpengalaman. Secara sigap mereka menata posko bantuan, mendistribusikan bantuan yang mengalir dari seluruh BMT-BMT di Jawa Tengah bahkan Jawa Barat-pun turut pula mengantarkan bantuannya. Dalam masa tanggap darurat, BMT meletakkan Poskonya di tiga tempat yaitu di Muntilan, Cepogo dan Kaliurang. Team Ta’awun dari TAMZIS pun cukup sigap, sehingga kurang dari satu bulan dari erupsi, pembiayaan yang terdampak oleh erupsi sehingga mengalami kerugian sehingga kerjasama dengan TAMZIS terkena dampaknya. Maka dengan program Ta’awun tadi pembiayaan yang terdampak erupsi tersebut dinyatakan diputihkan atau lunas, dan dikucurkan pembiayaan baru kepada para pedagang.
Bukan hanya saat tanggap darurat, akan tetapi program rekonstruksi pasca erupsi pun dilakukan di daerah Dukun Muntilan oleh BMT Bima dan di daerah Selo oleh BMT Tumang. Akhir Januari 2014 lalu, saya berkunjung kepada ibu-ibu ketua Kelompok Usaha Masyarakat (POKUSMA), yaitu suatu kelompok usaha yang terdiri dari ibu-ibu yang penuh semangat dan memiliki kepercayaan diri yang tinggi serta harapan masa depan yang besar. Saya membersamai Bapak Zainul Abidin Rasyeed (Mantan Menteri Luar Negeri Singapura) ke desa Jrakah Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, berdialog dengan ibu-ibu dalam kelompok POKUSMA yang merupakan binaan BMT Tumang pasca erupsi Merapi.
Dusun tersebut satu bulan lamanya tidak boleh dimasuki dan mereka berada di pengungsian dua bulan lamanya. Akan tetapi hari ini nyaris tak ada bekas erupsi, kecuali di puncak Merapi yang masih menyimpan jutaan kubik material pasir. Justru yang terlihat masyarakat yang lebih makmur, ternak-ternak yang sehat, pohon yang lebih menghijau dan buah yang dipanen lebih banyak dari sebelumnya “Abu Merapi telah menjadi pupuk dari tanah-tanah kami” ucap mereka.
Sebuah bencana tentulah menorehkan luka, ada kepedihan, bahkan mungkin mengorbankan nyawa. Akan tetapi ketika kita memilih untuk menerima bencana tersebut sebagai bagian dari kasih sayang Allah yang diberikan kepada hamba-Nya untuk lebih memperkuat mereka, maka bencana yang diawalnya terasa begitu pahit, akan tetapi pada akhirnya justru terasa menjadi sebuah berkah.
Begitulah, jika menengok kebelakang, maka beberapa pengalaman pahit yang pernah kita rasakan pun, ketika disikapi dengan rasa syukur dan mengambil sisi positifnya, ternyata pengalaman pahit itu merupakan suatu pintu bagi kemudahan-kemudahan, sebagaimana Allah firmankan. Inna ma’al ‘usri yusro fainnama’al ‘usri yusro.
Pembaca Tamaddun yang budiman, semenjak akhir tahun hingga awal tahun ini, bertubi-tubi bencana melanda negeri kita, dan baitul maal kita juga telah melakukan bantuannya, dapatlah dicatat mulai tanah longsor di Wadaslintang, banjir di Purworejo, banjir di Pekalongan, Kudus, Pati dan Jepara, dll. Secara nasionalpun sahabat-sahabat yang tergabung di Baitul Maal Perhimpunan BMT bergerak memberikan pelayanannya. Tentulah saya tidak tahu apakah hikmah dari bencana yang sedang melanda negeri ini. Akan tetapi saya yakin bahwa Allah memberikan yang terbaik bagi kita, dan pada akhirnya bagi hamba-hamba-Nya yang khusnudzan terhadap maksud Allah menghadirkan bencana ini pasti akan menemukan hikmah dan mengakhiri dengan senyuman yang mengembang. Ya Rabb tidak ada yang Engkau ciptakan, termasuk semua cobaan dan bencana ini dengan sia-sia. “Gusti Allah Mboten Sare” hal ini termasuk jika kita membacanya bahwa Allah-pun akan melihat kepada hamba-Nya yang mau peduli dan membantu sesama. Marilah kita peduli dan membantu mereka. []